Istilah
pendidikan jasmani yang telah dikenal pada tahun 1950-an di Indonesia,
cukup lama menghilang dari wacana, terutama sejak tahun 1960-an, tatkala
istilah itu diganti dengan istilah olahraga. Dampak dari perubahan
tersebut sangat luas dan mendalam, terutama terhadap struktur dan isi
kurikulum di semua jenjang pendidikan sekolah. Kesalahpahaman juga
terjadi terhadap makna kedua istilah itu, karena hamper selalu hanya
dikaitkan dengan kepentingan pembinaan fisik, seperti tujuan berprestasi
atau sebatas pencapaian derajat kebugaran jasmani.Konsep dasar
pendidikan jasmani dapat di pandang dari 3 (tiga) aspek yakni sejarah,
pandangan filsafat, dan bukti-bukti ilmiah.
Perspektif Sejarah
Upaya
pembaharuan pendidikan jasmani, yang terpayungi dalam kerangka system
pendidikan nasional, berlangsung dalam sebuah bentangan pergulatan
antara dorongan untuk berubah dalam kesinambungan. Kebijakan publik
dalam pembinaan olahraga, yang tercermin dalam kepentingan nasional,
berupa prestise dan kebanggaan nasional untuk membangun percaya diri
bangsa selama era pemerintahan Bung Karno dalam kerangka atau selama era
dalam pemerintahan Soeharto selama 32 tahun terakhir, sangat kuat
mempengaruhi arah, isi dan pengelolaan olahraga pada umumnya dan
pendidikan jasmani pada khususnya.
Pasang
surut keolahragaan nasional, yang telah merasuki kehidupan bangsa
Indonesia sejak pra kemerdekaan, memang banyak dipengaruhi oleh
kebijakan pemerintah dan faktor politik. Namun kelebihan dan kekurangan
kebijakan pemerintah yang diluncurkan merupakan respons nyata yang
diposisikan bapak bangsa dan pemerintah untuk menjawab tantangan zaman
pada masa itu.
Untuk
menjawab tantangan berupa gerak perubahan dinamik yang dibangkitkan
oleh globalisasi yang menempatkan pembangunan modal manusia dan modal
social dalam kedudukan strategis, maka arah pembaharuan pendidikan
jasmani adalah untuk mendukung pembaharuan pendidikan pada umumnya.
Konsep
pendidikan jasmani erat kaitannya dengan pendidikan rekreasi, dan
pendidikan kesehatan, yang menghasilkan bidang studi Penjaskes,
perpaduan antara pendidikan jasmani dan pendidikan kesehatan dengan
titik persamaan dalam tujuan terbentuknya gaya hidup aktif sepanjang
hayat untuk mencapai kesehatan. Meskipun demikian pebelajaran Penjaskes
menjadi tidak menentu dalam hal substansi dan tujuan, persaingan dalam
alokasi bagi penyampaian substansi dan akhirnya menggiring guru-guru
hanya sekedar menyampaikan informasi dan bahkan pengetahuan yang tidak
fungsional atau teori sebagai ganti kegiatan praktik. Masalah lainnya
terjadi pada evaluasi yang hanya samapai pada pengukuran kemampuan
kognitif paling rendah. Pengajaran terpadu tidak mampu diterapkan oleh
guru-guru penjas mengaktualisasi konsep Penjaskes tersebut.
Pendidikan
jasmani pada hakekatnya merupakan proses pendidikan melalui aktivitas
jasmani sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan yang ingin
diharapkan bersifat menyeluruh, meliputi aspek fisik, intelektual,
emosional, sosial dan moral. Begitu dekat pula tujuannya untuk pembinaan
kesehatan dan kesadaran tentang lingkungan hidup.
Dari
sejarah tersebut, aktivitas jasmani seperti dalam bentuk kegiatan
bermain merupakan alat utama pendidikan. Para pendidik dan filosof
percaya bahwa kegiatan itu sangat efektif untuk menumbuhkembangkan
keseluruhan potensi peserta didik. Konsep ini telah dirintis
penerapannya melalui UU pendidikan tahun 1950-an, yang kemudian sempat
luntur akibat perubahan kebijakan. Kini kita berusaha untuk kembali ke
asal, memposisikan pendidikan jasmani sebagai alat pendidikan yang dapat
diandalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar